Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat Hidup | Jalur Masuk Universitas Bukanlah Segalanya

 

SBMPTN 2021
Halo sob, apa kabar? semoga tetap bahagia ya. Waktu tulisan ini ditulis bertepatan dengan pengumuman SBMPTN 2021, wayah-wayah yang paling menegangkan dan mungkin bagi sebagian orang (termasuk saya dulu) adalah momen penentuan hidup. Waktu itu Alwan yang baru lulus SMA punya pemikiran kalau masuk univ lewat jalur SNMPTN dan SBMPTN adalah sebuah penghormatan tertinggi, dan bagi yang tidak lolos saya anggap adalah orang yang "gagal" dan saya termasuk salah satu orang yang "gagal" itu. Ok baiklah, saya akan berbagi cerita bagaimana perjuangan dalam masuk ke perguruan tinggi yang saya yakin adalah yang terbaik bagi saya.

2017. Waktu itu saya telah berstatus sebagai lulusan SMA dan alhamdulillah mendapatkan kesempatan untuk mencoba untuk mendaftar SNMPTN. Mungkin sobat sudah tau kalau SNMPTN didasarkan nilai kita di sekolah dan tidak semua siswa berkesempatan untuk mengambilnya. Tanpa ragu sedikitpun saya kemudian memutuskan untuk mengambil jurusan teknik industri di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Padahal, menurut klusterisasi peringkat, saya termasuk diperingkat bawah untuk jurusan tersebut. Saya dulu cuman yakin aja, dengan berbekal beberapa sertifikat juara lomba, bisa sebagai nilai tambah untuk masuk ke PT yang saya tuju. Hasilnya? nihil sob, pada saat pengumuman, saya mendapatkan background merah merona dengan tulisan tidak lolos. Apakah saya sedih? tentu saja, karena bagi saya SNMPTN adalah harapan untuk bisa masuk PT tanpa tes.

Selang beberapa waktu, saya memutuskan untuk giat belajar, mengambil beberapa bimbel dan try out persiapan SBMTN. Hari demi hari telah dilalui, beberapa try out yang saya ikuti menunjukkan nilai saya masih dibawah rata-rata passing grade yang bertaburan di internet (yang kini saya baru tau kalau passing grade yang beredar merupakan opini dari berbagai lembaga dan bukanlah valid dari pihak si empunya seleksi). Mungkin bisa dibilang saya mengulangi kesalahan yang sama, kesalahan untuk terlalu percaya diri atau bahkan lebih kearah "sombong" dan tidak sadar kalau masih banyak.

D-day tes SBMPTN. Kebetulan waktu itu saya dapat sesi pertama untuk tes SBMPTN. Beberapa jam telah dilalui untuk mengerjakan soal. Saya menganggap bahwa soal yang ada lebih mudah daripada soal try out yang saya ikuti, saya kembali terlalu pd terhadap kemampuan diri tanpa sadar seberapa kapasitas diri. Hasilnya? "Jangan Putus Asa dan Tetap Semangat" kembali saya disodorkan tinta merah ditolak dari PT yang saya tuju. Kaget! sungguh kaget, bagi saya tidak lolos SNMPTN sudah menjadi pukulan telak bagi saya, kembali saya dihantam dengan pengumuman yang sangat tidak saya harapkan ketika SBMTPN. Kala itu saya bahkan memutuskan untuk tidak keluar rumah karena rasa gengsi dan isin ketika nanti ada yang nanya "kuliah dimana?".

Saya kemudian sadar dan mencoba menenangkan diri, dan mencoba untuk lebih instropeksi diri. Saya mencoba untuk berfikir mengenai kapasitas diri dan bukan lagi tentang kemampuan diri, saya yakin kalau kemampuan diri itu bisa hilang kapan saja, tapi tidak dengan kapasitas diri. Kapasitas diri bagaikan gelas yang kosong dan air adalah kemampuan diri. Ketika kita belajar dan berusaha semaksimal mungkin kita harus tetap memperhatikan gelas yang kita isi, apakah gelas yang diisi sudah penuh?, atau ternyata masih tetap kosong?. Setelah berdiskusi dengan orang tua saya memutuskan untuk mencoba memberanikan diri mengambil jalur mandiri di beberapa PTN dan PTS di Indonesia.

Anda tidak lolos atau anda belum berhasil. Dua hal yang beberapa kali saya dapati, waktu itu saya juga tidak lolos seleksi ketika mencoba mendaftar di dua perguruan tinggi swasta di Indonesia. Harapan tinggal satu, kala itu pengumuman mandiri terakhir yang saya ikuti. Karena beberapa kali telah mengalami kegagalan, akhirnya saya cuman bisa pasrah saja. Saya hari itu diajak ayah saya untuk ikut dalam kegiatan reuni dikampus-nya, saya asal ikut saja dan berfikir untuk sedikit mengobati rasa sedih dan khawatir akan kepastian masuk PT. Tapi alhamdulillah Allah SWT telah berkehendak. Tepat setelah sholat dhuhur saya mencoba membuka pengumuman melalui hp dan ini merupakan momen terbaik dalam hidup. Akhirnya saya bisa kuliah dan jadi mahasiswa. Saya diterima di Universitas Brawijaya jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.

Kalau sobat mencermati, jurusan yang saya ambil berbeda dengan saat saya apply di SNMPTN dan SBMTPN. Tapi saya tidak pernah sedikitpun dalam hidup menyesali keputusan yang saya ambil waktu itu. Dulu saya hanya yakin bahwa pilihan A atau pilihan B adalah yang terbaik buat saya, tapi apakah itu benar? Wallahu'alam hanya Allah SWT yang tau, dan memang benar keputusan Allah SWT adalah keputusan yang paling indah dan yang paling baik. Mungkin waktu itu Allah SWT menegur dan memberikan pelajaran hidup yang berharga untuk selalu rumongso (red: sadar diri) kalau sekeras apapun usaha kita, masih ada kekuasaan yang lebih besar dan maha penentu segalanya.

“Ada baiknya kamu untuk selalu merasa tidak mampu setiap saat, dan menganggap dirimu tidak mampu meski sebenarnya kamu mampu, seperti saat kamu benar-benar tidak mampu. Hal itu karena di atas kemampuanmu, ada kemampuan yang lebih besar" 
- Jalaluddin Rumi -

Bagaimana dengan saya sekarang?. Alhamdulillah, di tahun 2020 saya ditetapkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama Universitas Brawijaya. Semua itu tentu saja semata-mata hanya karena Allah SWT mengizinkan. Darisini kemudian saya sadar bahwa jalur masuk universitas bukanlah segalanya, tapi bagaimana kemampuan diri bisa berproses, bagaimana diri ini bisa memanfaatkan segala peluang yang ada, dan bagaimana diri ini bisa bermanfaat bagi orang lain!. That's the point sob.
"Ini bukan tentang siapa, bukan darimana, dan bukan kemana tujuan perguruan tinggi sobat, tapi perjalanan ini adalah tentang siapa dan jadi apa sobat setelah lulus kuliah"

Alwan Afif Fadhillah
Alwan Afif Fadhillah Halo, saya hanya ingin berbagi segala hal yang telah saya baca dan pelajari.

1 komentar untuk "Surat Hidup | Jalur Masuk Universitas Bukanlah Segalanya"